Ironi, Petani di Bombana Dipolisikan Setelah Dua Sapi Mati usai Bobol Pagar dan Minum Cairan Pupuk di Kebunnya

Sudirman (54), Usai menghadiri Pemeriksaan Polisi di Polres Bombana, Jum’at(14/11)
Sudirman (54), Usai menghadiri Pemeriksaan Polisi di Polres Bombana, Jum’at(14/11)

Petani Korban yang Justru Dipolisikan

BOMBANA, SULTRANET.COM – Sudirman (54), seorang buruh tani kebun di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, kini harus menghadapi proses hukum yang ironis. Alih-alih mendapatkan keadilan dan ganti rugi atas kerusakan kebun yang ia garap, ia justru dipanggil dan diselidiki oleh pihak kepolisian Resor Bombana atas dugaan tindak pidana pengerusakan hewan. Jum’at (14/11)

Panggilan resmi dari pihak kepolisian tersebut dipenuhi Sudirman pada hari ini, Jumat, 14 November 2025, untuk dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus kematian dua ekor sapi di dalam areal kebunnya sendiri. Kasus ini bermula dari laporan pengaduan yang diajukan oleh pemilik ternak, M. Saleh, pada tanggal 9 Oktober 2025, menyusul peristiwa tragis yang terjadi dua hari sebelumnya.

Bacaan Lainnya

Pada 7 Oktober 2025, dua ekor sapi ternak diketahui mati di dalam kebun yang digarap Sudirman di Kelurahan Taubonto, Kecamatan Rarowatu. Menurut keterangan Sudirman, dua ternak besar itu masuk ke dalam areal tanamannya setelah sebelumnya merusak dan membobol pagar pembatas miliknya. Ia menduga, kematian sapi-sapi tersebut disebabkan karena meminum sisa cairan pupuk yang memang berada di dalam kebun, bukan karena perbuatan sengaja yang ia lakukan.

Kasus ini sontak menjadi sorotan karena menampakkan ketimpangan posisi di mata hukum. Sudirman, yang sehari-hari bekerja keras menanam sayur-sayuran dan nilam di lahan pinjaman, adalah pihak yang berulang kali dirugikan oleh ternak liar, namun kini menjadi pihak yang diselidiki.

 Ancaman Ganti Rugi Puluhan Juta vs. Status Buruh Tani

Sebelum kasus ini naik ke tingkat penyelidikan kepolisian, Sudirman mengaku telah diminta untuk membayar sejumlah uang ganti rugi yang sangat besar oleh pemilik sapi. Jumlah yang diminta mencapai Rp30 juta. Bagi Sudirman, seorang buruh tani yang hidup dari hasil menggarap kebun, tuntutan tersebut terasa mustahil untuk dipenuhi.

Kisah yang dialami Sudirman mencerminkan perjuangan hidup masyarakat kecil yang terhimpit di antara praktik pemeliharaan ternak yang masih liar dan tuntutan ganti rugi yang memberatkan. Ia merasa tidak seharusnya menanggung kerugian tersebut, mengingat sapi-sapi itu mati karena kelalaian pemiliknya yang membiarkan ternak berkeliaran hingga merusak properti orang lain.

Sudirman menegaskan bahwa ia telah berulang kali mengingatkan pemilik ternak untuk menjaga dan mengikat hewan peliharaannya. Peringatan tersebut dilayangkannya karena ternak-ternak itu sudah sering masuk ke dalam kebunnya dan merusak tanaman yang menjadi sumber mata pencahariannya.

“Saya sudah sering ingatkan pemilik ternak agar mengikat ternaknya karena sering masuk dalam kebun merusak tanaman,” ujarnya. “Saya hanya buruh tani yang mana kebun tersebut saya pinjam untuk menanam sayur-sayuran dan nilam. Saya tidak punya dana sebesar itu, terlebih lagi sapi yang mati itu di dalam kebun milik saya yang telah merusak pagar dan tanaman saya.” Jelasnya saat menyambangi Kantor Redaksi media ini.

Laporan pengaduan oleh pemilik ternak tentang dugaan Tindak Pidana Pengerusakan terhadap hewan kini telah direspons secara resmi oleh Kepolisian Resor Bombana. Pihak kepolisian telah mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan bernomor: Sp.Lidik/184/X/Res.1.24./2025/Reskrim, tertanggal 22 Oktober 2025.

Kasat Reskrim Polres Bombana, Inspektur Polisi Satu, Yudha Febry Widanarko, S.Tr.K., S.I.K., membenarkan adanya laporan tersebut ketika dikonfirmasi via Whatssapp. Saat ini, perkara tersebut masih berada di tahap awal.

“Sementara penyelidikan dan pemeriksaan saksi,” jawab Kasat Reskrim secara singkat,

Perda Bombana: Jerat Hukum yang Seharusnya Mengikat Pemilik Ternak

Kasus yang menimpa Sudirman menemukan kontradiksi kuat dengan regulasi daerah yang berlaku di Kabupaten Bombana. Kabupaten ini memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2017 tentang Penertiban Ternak, yang secara tegas mengatur kewajiban pemilik ternak untuk menjaga dan mengawasi hewannya. Perda ini disahkan dengan tujuan untuk menciptakan keamanan, kenyamanan, dan ketertiban umum dari gangguan ternak yang berkeliaran secara bebas.

Beberapa pasal dalam Perda ini jelas menunjukkan kelalaian berada di pihak pemilik ternak, dan bukan pada buruh tani, Sudirman:

  1. Kewajiban Pengawasan dan Pengandangan (Pasal 6 dan Pasal 15): Perda secara eksplisit mewajibkan setiap peternak untuk memiliki kandang/pagar (Pasal 5) dan tidak melepaskan ternaknya secara bebas dan berkeliaran tanpa pengawasan (Pasal 15 ayat 1). Bahkan, setiap peternak yang tidak menggembalakan ternaknya wajib menempatkannya dalam kandang atau pagar (Pasal 6 ayat 2). Kelalaian yang menyebabkan sapi masuk dan merusak kebun Sudirman jelas merupakan pelanggaran terhadap Perda ini.
  2. Larangan Merusak Tanaman (Pasal 20): Perda secara tegas melarang pemilik ternak untuk: “Melepas/menggembalakan ternak pada… daerah pertanian yang ada tanaman budidaya dan tempat- tempat lain yang dapat menimbulkan kerusakan.” Ternak yang masuk ke kebun garapan Sudirman melanggar larangan ini.
  3. Kewajiban Ganti Rugi Pemilik Ternak (Pasal 28): Justru Perda Bombana yang mengamanatkan bahwa: “Pemilik ternak wajib membayar ganti rugi kepada pihak yang menderita kerugian dalam hal: Ternak miliknya merusak tanaman milik orang lain.” (Pasal 28 ayat 1 huruf a). Berdasarkan regulasi ini, Sudirman sebagai pihak yang tanamannya dirusak memiliki dasar hukum untuk menuntut ganti rugi, bukan sebaliknya.

Pengerusakan yang terjadi, di mana sapi bobol pagar Sudirman, seharusnya menempatkan Pelapor sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kelalaian pengawasan ternak dan pengerusakan properti orang lain, sesuai dengan Perda No. 4 Tahun 2017.

Status Sudirman yang justru menjadi terlapor atas tuduhan ‘Pengerusakan terhadap hewan’ menimbulkan pertanyaan besar mengenai penegakan hukum lokal dan perlindungan terhadap petani kecil.

Perda ini juga mengatur sanksi. Bagi siapa pun yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, termasuk membiarkan ternak berkeliaran, dapat dikenakan sanksi Tindak Pidana Kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,- (lima juta rupiah) (Pasal 32 ayat 1).

Kasus Sudirman ini kini menjadi ujian bagi penegakan Perda Penertiban Ternak di Bombana. Proses penyelidikan yang sedang berlangsung diharapkan dapat mempertimbangkan konteks hukum lokal ini secara menyeluruh, sehingga tidak terjadi kriminalisasi terhadap warga yang sebenarnya adalah korban dari kelalaian pihak lain. (IS)

Loading

Pos terkait