BOMBANA, sultranet.com – Keluhan terhadap layanan Puskesmas Rumbia, Kabupaten Bombana, kembali mencuat. Seorang warga, Soeherman, menyampaikan pengalamannya yang dinilai mencerminkan buruknya manajemen waktu dan rendahnya empati dalam pelayanan kesehatan dasar di wilayah tersebut.
Pada Rabu pagi, 2 Juli 2025, Soeherman mendatangi Puskesmas Rumbia dalam kondisi mengalami sakit gigi parah. Ia berharap mendapat pemeriksaan dan surat rujukan ke RSUD Tanduale.
Namun, setibanya di puskesmas sekitar pukul 12.30 Wita, petugas piket menyatakan bahwa pelayanan sudah ditutup, meski informasi resmi menyebut pelayanan berlangsung hingga pukul 13.00 Wita.
“Saya tidak bisa berkata-kata. Padahal menurut Dinas Kesehatan, puskesmas tutupnya pukul 13.00. Tapi saya malah disuruh datang lagi besok,” ujar Soeherman, Kamis (3/7)
Tak menyerah, keesokan harinya Soeherman kembali datang ke puskesmas tepat pukul 11.00 Wita, masih dalam rentang waktu pelayanan.
Namun ia kembali ditolak. Kali ini alasannya, jumlah pasien sudah penuh dan salah satu alat pemeriksaan gigi mengalami “kepanasan”.
“Katanya alatnya panas dan pasien sudah terlalu banyak. Saya pulang lagi, tanpa pemeriksaan, tanpa rujukan. Sakitnya bukan cuma di gigi, tapi juga di hati,” ucapnya kecewa.
Pengalaman ini membuat Soeherman mempertanyakan kualitas layanan kesehatan di Bombana, terutama bagi masyarakat kecil yang tidak memiliki akses informasi atau sarana transportasi memadai.
“Kalau saya yang cukup tahu saja bisa ditolak dua kali, bagaimana dengan warga lansia atau yang tinggal jauh dari puskesmas?” tanyanya.
Keluhan ini muncul di tengah gencarnya upaya Pemerintah Kabupaten Bombana dalam meningkatkan kualitas layanan publik, khususnya di sektor kesehatan.
Bupati Bombana yang baru empat bulan menjabat definitif, sebelumnya menyampaikan komitmennya untuk mereformasi layanan dasar demi kenyamanan dan keselamatan warga.
Namun, pengalaman ini menunjukkan masih adanya persoalan mendasar dalam pelayanan kesehatan, seperti ketidaksesuaian jam pelayanan, kurangnya transparansi sistem antrian, serta lemahnya penanganan teknis dan etika pelayanan di lapangan.
Soeherman berharap pengalamannya menjadi evaluasi serius bagi Dinas Kesehatan Bombana.
“Ada lima hal yang menurut saya perlu segera diperbaiki,” ujarnya.
Ia merinci lima poin penting sebagai berikut:
Kepastian Jam Layanan: Puskesmas harus konsisten terhadap jadwal pelayanan. Bila tertulis tutup pukul 13.00, maka pelayanan seharusnya tersedia hingga waktu tersebut.
Sistem Antrian Transparan: Diperlukan sistem antrian yang tertib, serta informasi jumlah kuota pasien harian agar warga tidak datang sia-sia.
Perawatan dan Cadangan Alat: Jika alat rusak atau panas, harus ada solusi alternatif, seperti alat cadangan atau merujuk pasien ke fasilitas lain.
Etika dan Komunikasi Publik: Petugas harus dibekali pelatihan komunikasi agar lebih empatik dan solutif dalam melayani pasien.
Saluran Pengaduan Aktif: Dinas Kesehatan harus menyediakan kanal pengaduan yang responsif dan bisa ditindaklanjuti secara cepat.
Menurutnya, kesehatan adalah hak dasar warga negara. Ia pun berharap ada pembenahan serius agar pelayanan kesehatan di Bombana tidak hanya menjadi slogan, tetapi benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat.
“Saya bicara bukan hanya untuk saya, tapi untuk semua warga Bombana. Kalau pelayanan seperti ini terus dibiarkan, siapa yang peduli pada orang sakit yang tidak bersuara?” tutupnya.
Kepala Puskesmas Rumbia, Rahmat yang dikonfirmasi media ini via WhatsApp belum memberikan jawaban. (IS)