MUNA, Sultranet.com – La Ode Awori, pemilik sah sebidang tanah di Desa Laiba, Kecamatan Parigi, Kabupaten Muna, yang telah mengantongi Sertifikat Hak Milik (SHM) resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), dirumorkan akan digugat oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Muna.
Anehnya, Pemkab dikabarkan hanya mendasarkan klaim mereka pada Surat Keterangan Tanah (SKT), sebuah dokumen yang lebih lemah secara hukum dibandingkan sertifikat tanah.
Pendamping hukum La Ode Awori, Ramadhan SH, menilai langkah Pemkab Muna ini sebagai upaya yang tidak logis dan justru memperlihatkan lemahnya perlindungan pemerintah terhadap hak-hak warganya.
“Bagaimana mungkin sertifikat tanah yang diterbitkan BPN, lembaga negara, akan digugat dengan SKT yang status hukumnya tidak sekuat sertifikat? Bukannya melindungi rakyat, pemerintah justru mempersulit,” tegas Ramadhan, Jumat (24/1/2025).
Ia menambahkan, tanah tersebut sudah lama dimiliki oleh La Ode Awori, bahkan sebagian lahannya telah dihibahkan untuk bangunan sekolah dasar di wilayah tersebut.
Namun, belakangan Pemkab menyebut tanah itu adalah milik pemerintah karena terdapat bangunan sekolah dan rumah dinas guru di atasnya.
Kepentingan di Balik Pembangunan BTS
Ramadhan menduga polemik ini mencuat karena adanya rencana pembangunan Base Transceiver Station (BTS) di lokasi tersebut.
Menurutnya, pemerintah terkesan mencari-cari alasan untuk menghambat proses pembangunan yang sebenarnya sudah mendapat persetujuan dari warga sekitar.
“Kenapa baru sekarang masalah ini muncul? Jangan sampai ada kepentingan tertentu yang menyebabkan pemerintah kasak-kusuk membahas tanah ini. Padahal, sertifikat tanah jelas lebih kuat dibandingkan SKT,” ujarnya.
Ia juga mempertanyakan sikap pemerintah yang sebelumnya berhasil mengupayakan pengalihan status tanah untuk kepentingan rakyat di wilayah lain, namun justru mempersulit warganya sendiri di Desa Laiba.
Sertifikat vs SKT, Mana yang Sah?
Ramadhan menegaskan bahwa proses penerbitan sertifikat tanah tidak mungkin dilakukan tanpa dasar SKT.
Oleh karena itu, ia meminta Pemkab Muna untuk menjelaskan secara transparan dasar hukum klaim mereka.
“Pemerintah seharusnya menjadi pelindung rakyat, bukan malah mempersulit warga yang ingin memanfaatkan tanahnya untuk kebutuhan yang bermanfaat, seperti pembangunan BTS,” tambahnya.
Sementara itu, La Ode Awori menyampaikan kekecewaannya terhadap tindakan Pemkab Muna. Ia merasa haknya sebagai pemilik lahan yang sah telah diabaikan.
“Saya hanya ingin menggunakan tanah saya sesuai peruntukan. Tapi, kenapa dipersulit seperti ini?” keluhnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Pemkab Muna belum memberikan tanggapan resmi terkait polemik ini.