KOLAKA – Aksi demonstrasi sekelompok massa saat kunjungan investor asal Jepang ke kawasan IUP PT Ceria Nugraha Indotama (CNI), Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, menuai sorotan tajam. Direktur Eksekutif Indonesia Government Watch (IGW), Risal Hidayatullah, mendesak Pemerintah Daerah (Pemda) dan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menjamin keamanan dan kenyamanan iklim investasi, khususnya di kawasan industri strategis nasional.
“Pemda dan aparat keamanan wajib memberikan jaminan keamanan, kenyamanan, dan kemudahan berinvestasi,” tegas Risal dalam keterangannya, Senin (16/6/2025).
Ia menegaskan, demonstrasi adalah hak setiap warga selama dilakukan dengan tujuan yang murni. Namun, aksi yang mengatasnamakan kelompok Masyarakat Lingkar Tambang (MATA) saat kunjungan investor dinilai mencurigakan dan berpotensi mengarah pada praktik premanisme berkedok organisasi masyarakat.
“Meski pihak perusahaan terbuka terhadap aspirasi, tindakan yang mengarah ke premanisme harus diproses secara hukum secara adil dan transparan,” ujarnya.
Risal meminta pemerintah daerah dan aparat hukum segera menstabilkan situasi serta memastikan keamanan kawasan investasi, terlebih di lokasi Proyek Strategis Nasional (PSN) seperti milik PT CNI. Ia menyebut gangguan terhadap agenda strategis negara tidak bisa dianggap remeh.
“Mereka (investor) adalah tamu negara. Kedatangan mereka membawa harapan bagi masyarakat dan pemerintah. Maka segala bentuk gangguan harus ditanggapi serius,” tambahnya.
Aktivis nasional yang dikenal vokal dalam isu lingkungan dan pertambangan ini juga menekankan pentingnya menjaga harmoni sosial masyarakat sekitar tambang demi mendukung keberhasilan investasi asing yang tengah didorong pemerintah.
“Presiden Prabowo telah menegaskan pentingnya iklim investasi yang kondusif. Jika dibiarkan, insiden seperti ini bisa menjadi kontraproduktif terhadap semangat tersebut,” ungkapnya.
Menurut Risal, organisasi masyarakat seharusnya menjadi perekat sosial, bukan sumber konflik. “Ormas seharusnya membawa cahaya, bukan api,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menilai keberadaan PT CNI, yang telah membangun fasilitas smelter dan termasuk dalam PSN, merupakan bagian penting dari transformasi energi nasional. Karena itu, semua pihak diharapkan mendukung proses pembangunan demi kesejahteraan bersama.
Sementara itu, sumber internal yang dekat dengan proses investigasi menyebutkan, salah satu kendaraan yang digunakan dalam aksi penghadangan merupakan milik Asbar, vendor dari Kalla Beton. Asbar diketahui merupakan kerabat dari inisial HS, pengusaha penyedia kendaraan operasional dan vendor resmi PT CNI.
“Keterlibatan ini membuka potensi adanya konflik kepentingan dan kebocoran informasi internal perusahaan kepada jejaring aksi,” beber sumber tersebut.
Diketahui, kelompok MATA Wolo memiliki hubungan dekat dengan sejumlah warga pengklaim lahan dan beberapa karyawan lokal. Dua tokoh utama aksi ini, Mallapiang dan Fasil Wahyudi, disebut sebagai penggerak mobilisasi massa yang menentang perusahaan.
Keduanya juga diduga terlibat dalam kasus pendudukan lahan Hutan Produksi Terbatas (HPT) bersama tersangka Rustam, yang saat ini sedang ditangani Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Polda Sultra. Proses hukum kasus ini masih berlangsung.
“Kami berharap Kapolda Sultra memberikan kepastian hukum dan menindak tegas pihak-pihak yang mengganggu stabilitas daerah serta menghambat investasi, terlebih di kawasan PSN dan Objek Vital Nasional,” tutup Risal.