Example floating
Example floating
Headlines

Kantor Bahasa Sultra Gelar Uji Keterbacaan Buku Terjemahan Moronene di Bombana

×

Kantor Bahasa Sultra Gelar Uji Keterbacaan Buku Terjemahan Moronene di Bombana

Sebarkan artikel ini

Upaya Pelestarian Bahasa Suku Moronene dan Penguatan Literasi Anak

Foto bersama usai seremoni pembukaan kegiatan
Foto bersama usai seremoni pembukaan kegiatan

Bombana, sultranet.com – Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara melaksanakan kegiatan Uji Keterbacaan Buku Terjemahan berbasis kearifan lokal di Kabupaten Bombana, Selasa (8/10/2024). Bertempat di Aula SMA Negeri 03 Bombana, kegiatan ini diikuti oleh siswa kelas 4, 5, dan 6, serta melibatkan orang tua, guru, dan penutur asli bahasa Moronene.

Acara ini bertujuan untuk menguji keterbacaan 39 buku cerita anak yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa lokal, termasuk 9 buku dalam bahasa Moronene. Buku-buku tersebut merupakan bagian dari program pengembangan literasi yang memadukan cerita rakyat lokal dengan unsur STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, and Mathematics).

Example 300x600

Kepala Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara, Dr. Uniawati, S.Pd., M.Hum., dalam sambutannya menekankan pentingnya kegiatan ini sebagai langkah strategis dalam pelestarian bahasa lokal, khususnya bahasa Moronene, yang kian jarang digunakan oleh generasi muda.

“Melalui penerjemahan buku-buku cerita anak, kami berharap bahasa Moronene dapat hidup kembali dalam kehidupan sehari-hari anak-anak. Kegiatan ini tidak hanya sekadar menguji keterbacaan, tetapi juga upaya pelestarian bahasa lokal,” ungkapnya.

Uniawati juga menambahkan bahwa uji keterbacaan ini merupakan salah satu tahap akhir sebelum buku-buku ini siap didistribusikan ke sekolah-sekolah dasar di Bombana.

“Kami ingin memastikan bahwa bahasa yang digunakan mudah dipahami oleh anak-anak, sehingga mereka dapat menikmati cerita sambil belajar menggunakan bahasa daerah mereka,” tambahnya.

Dari 39 buku cerita yang diuji keterbacaannya, sebanyak 9 buku diterjemahkan ke dalam bahasa Moronene dan bahasa Indonesia, dengan segmentasi untuk kelas 4, 5, dan 6. Buku-buku ini juga memuat unsur-unsur STEAM, sehingga tidak hanya bercerita, tetapi juga mengajarkan pengetahuan dasar tentang sains, teknologi, seni, dan matematika.

Ia berharap agar program literasi berbasis kearifan lokal ini dapat berkelanjutan dan mencakup lebih banyak bahasa daerah di Sulawesi Tenggara.

“Kami akan terus mendorong program ini ke depan, tidak hanya di Bombana, tetapi juga di daerah lain di Sulawesi Tenggara yang memiliki bahasa daerah yang juga perlu dilestarikan. Kami ingin melihat anak-anak Sulawesi Tenggara bangga berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa daerah mereka,” pungkasnya.

Ketua panitia, Fadhila Nurul Iyanah Nasir, menyampaikan bahwa penulisan dan penerjemahan buku-buku ini telah melalui berbagai proses.

“Prosesnya cukup panjang, mulai dari penulisan cerita asli, penerjemahan, ilustrasi, hingga akhirnya dilakukan uji keterbacaan hari ini. Semua bertujuan agar anak-anak Bombana memiliki bahan bacaan yang menarik, edukatif, dan sesuai dengan kearifan lokal mereka,” jelas Fadhila.

Sementara itu, Kepala SMA Negeri 03 Bombana, Yakob Simson Bartimeus, S.Pd., M.Pd., M.M., mengungkapkan rasa bangganya karena sekolahnya dipilih sebagai lokasi pelaksanaan kegiatan ini. Ia berharap buku-buku ini dapat membantu meningkatkan minat baca siswa sekaligus melestarikan bahasa Moronene.

“Kegiatan ini sangat penting bagi kami. Anak-anak tidak hanya belajar bahasa Indonesia dan bahasa asing, tetapi juga bahasa daerah mereka sendiri. Ini bisa membantu menjaga identitas budaya kita,” kata Yakob.

Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bombana, Hj. Dahniar Ismail, S.E., M.Si., yang hadir dalam kegiatan ini, menyampaikan apresiasi yang tinggi terhadap program ini. Ia menyatakan bahwa pemerintah daerah sangat mendukung upaya pelestarian bahasa lokal melalui pendidikan.

“Kami berkomitmen mendukung program literasi berbasis kearifan lokal ini. Buku-buku ini akan menjadi alat penting dalam pengajaran di sekolah-sekolah dasar, dan kami berharap dapat terus bekerja sama dengan Balai Bahasa dalam program serupa,” ujar Dahniar.

Dahniar juga menegaskan bahwa pelestarian bahasa Moronene sangat penting di tengah semakin jarangnya bahasa ini digunakan oleh masyarakat, terutama generasi muda.

“Bahasa daerah adalah identitas budaya kita. Jika bahasa ini hilang, kita akan kehilangan sebagian dari jati diri kita sebagai masyarakat Bombana,” tandasnya.

Siswa yang hadir menunjukkan antusiasme yang tinggi dalam membaca dan memahami buku-buku cerita tersebut. Salah seorang siswa kelas 5, Aisyah, mengatakan bahwa buku yang dibacanya sangat menarik karena mengangkat cerita tentang kehidupan sehari-hari di lingkungannya dalam bahasa Moronene.

“Saya senang bisa membaca cerita ini, karena bahasa Moronene jarang dipakai. Lewat buku ini, saya bisa belajar bahasa nenek saya,” singkat Aisyah.

Example 468x60
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »