Example floating
Example floating
Headlines

Penanganan Bencana Alam di Bombana Dinilai Tak Masuk Akal, Warga Hanya Terima Rp200 Ribu

×

Penanganan Bencana Alam di Bombana Dinilai Tak Masuk Akal, Warga Hanya Terima Rp200 Ribu

Sebarkan artikel ini
Anggota DPRD Bombana, Yudi Utama Arsyad (Kiri) dan Harnoto Anas, Kepala Seksi Rekonstruksi BPBD Bombana
Anggota DPRD Bombana, Yudi Utama Arsyad (Kiri) dan Harnoto Anas, Kepala Seksi Rekonstruksi BPBD Bombana (Kanan)

Bombana, sultranet.com – Penanganan bencana alam yang diberikan kepada korban musibah angin puting beliung di Desa Biru, Kecamatan Poleang Timur, Kabupaten Bombana menuai sorotan. Pasalnya, salah seorang penerima penanganan tanggap darurat hanya menerima Rp200 ribu dalam bentuk non-tunai, jumlah yang dinilai tidak masuk akal dan sulit digunakan untuk keperluan mendesak.

Kepala Desa Biru, Sainal Abidin, SH, menjelaskan bahwa musibah tersebut terjadi pada Kamis, 7 November 2024. Peristiwa itu merusak beberapa fasilitas, di antaranya rumah warga, tempat usaha penggilingan padi, serta area parkiran sekaligus tempat wudhu Masjid Al-Muhajirin Dusun Pangi-Pangi.

Example 300x600

“Bantuan memang turun bertahap. Pada 9 Desember, bantuan berupa dana diterima tiga warga dan masjid. Hj. Rosi menerima Rp3 juta, Hj. Lina Rp2 juta, dan Masjid Al-Muhajirin Rp2 juta. Namun, setelah itu, bantuan bagi dua warga lainnya baru masuk pada 16 Desember,” ungkap Sainal Abidin. Selasa (17/12/2024)

Warga bernama Baharuddin menerima dana penanganan bencana sebesar Rp1 juta, sementara Kamaluddin hanya mendapat Rp200 ribu dalam bentuk non-tunai. Penanganan bencana senilai Rp200 ribu ini sontak memicu reaksi kekecewaan.

“Saya heran, bagaimana bisa bantuan senilai Rp200 ribu diberikan dalam bentuk non-tunai? Untuk membuka rekening bank saja sudah memakan biaya. Ini seperti main-main, bantuan bukan solusi tetapi malah menyusahkan,” keluh Sainal Abidin.

Ia juga menyoroti proses pencairan yang dinilai sangat lambat. “Kejadiannya 7 November, tapi bantuan baru turun sebulan kemudian pada 9 Desember. Bahkan ada yang baru cair tanggal 16 Desember,” tambahnya.

Menanggapi hal ini, Anggota DPRD Bombana dari Partai Bulan Bintang (PBB), Yudi Utama Arsyad, dengan tegas meminta evaluasi terhadap kinerja pihak terkait, khususnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

“Jangan bercanda mengurus kebutuhan rakyat, apalagi ini soal musibah yang menimpa masyarakat. Kami minta kepada PJ Bupati Bombana agar mengevaluasi kepala instansi terkait yang tidak serius dan tidak tepat sasaran dalam menangani kebutuhan warga,” ujar Yudi.

Lebih lanjut, Yudi menegaskan bahwa penyaluran bantuan harus tepat sasaran dan sesuai dengan tingkat kerusakan yang dialami korban.

“Tidak ada alasan bantuan bisa hanya Rp200 ribu. Ini tidak masuk akal dan tidak manusiawi,” tegasnya.

Musibah angin puting beliung di Desa Biru sempat mengakibatkan kerusakan pada rumah warga, tempat usaha, dan fasilitas umum.

Dikonfirmasi terpisah, Harnoto Anas, S.TP., M.AP., Kepala Seksi Rekonstruksi BPBD Bombana menjelaskan bahwa penyaluran penanganan tanggap darurat tersebut telah sesuai dengan prosedur operasional standar (SOP) BPBD. Berdasarkan kaji cepat tim BPBD yang turun langsung ke lokasi bencana, kerusakan yang dialami Kamaluddin masuk dalam kategori ringan.

“Tim sudah turun dan melakukan verifikasi di lapangan. Untuk kasus Pak Kamaluddin, hanya dua lembar seng yang terdampak dan tidak bisa digunakan lagi, sementara seng lainnya sudah terpasang rapi. Dengan konversi harga seng sekitar Rp100 ribu per lembar, total kerugian materiilnya mencapai Rp200 ribu,” jelas Harnoto.

Harnoto yang juga menjabat Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Bombana itu menegaskan bahwa SOP BPBD mengatur penaganan tanggap darurat maksimal hingga Rp2 juta untuk kategori rusak ringan, namun jumlah nominal tetap ditentukan berdasarkan hasil kaji cepat dan tingkat kerusakan riil di lapangan. “Penentuan ini penting agar tidak menimbulkan masalah saat dilakukan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” tambahnya.

Terkait dengan proses penyaluran dana penanganan tanggap darurat bencana yang dilakukan melalui rekening non-tunai, Harnoto menegaskan langkah ini diambil untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.

“Semua transaksi dilakukan secara non-tunai agar pendistribusiannya lebih cepat dan transparan,” katanya.

Ia juga membantah adanya pengulur-uluran waktu dalam proses pencairan. Menurutnya, keterlambatan pencairan terjadi karena prosedur tanggap darurat memerlukan Surat Keputusan (SK) yang harus dikeluarkan langsung oleh Penjabat (Pj) Bupati.

“Dalam proses tanggap darurat, SK ini menjadi dasar hukum utama penyaluran tanggap darurat. Kepala BPBD tidak bisa mengeluarkan SK tersebut secara mandiri,” tandasnya

Example 468x60
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »