PMII Muna Soroti Revisi KUHAP: Masyarakat Harus Cermat Menyikapi

Muhammad Sualeman
Muhammad Sualeman

MUNA, Sultranet.com – Polemik revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (R-KUHAP) kian menjadi perhatian publik. Ketua 1 Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Muna, Muhammad Sualeman, mengingatkan masyarakat untuk mempertimbangkan dampak dari perubahan ini sebelum diterapkan bersamaan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pada 1 Januari 2026.

“Revisi ini berpotensi menimbulkan masalah baru, terutama terkait kewenangan lembaga Adhyaksa. Banyak mahasiswa dan pemuda yang khawatir dengan arah kebijakan ini,” kata Sualeman saat ditemui, Selasa (18/3/2025).

Bacaan Lainnya

Menurutnya, penguatan asas dominus litis dalam R-KUHAP dapat membawa sistem hukum Indonesia kembali ke model sentralistik seperti di era Orde Baru.

“Jika jaksa memiliki kewenangan yang begitu luas dan sulit dikendalikan, sistem hukum bisa menjadi tidak berimbang. Ini harus kita kritisi bersama,” tegasnya.

Sualeman menilai, revisi KUHAP seharusnya tidak hanya menguntungkan satu pihak, melainkan memastikan keadilan bagi seluruh masyarakat. Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat, mahasiswa, dan tokoh-tokoh daerah untuk ikut serta dalam diskusi dan kajian kritis terhadap kebijakan ini sebelum diterapkan.

“Negara kita saat ini tengah menghadapi berbagai tantangan hukum. Jangan sampai revisi ini justru memperburuk keadaan. Kita perlu evaluasi mendalam agar tidak merugikan masyarakat,” tambahnya.

Perdebatan mengenai revisi KUHAP semakin mengemuka di berbagai kalangan, terutama di lingkungan akademisi dan aktivis mahasiswa.

Sejumlah pihak mengkhawatirkan revisi ini akan memberikan kewenangan yang terlalu besar kepada jaksa, yang dikhawatirkan berpotensi mengurangi independensi sistem peradilan.

Sementara itu, wacana revisi ini juga mendapat perhatian dari berbagai elemen masyarakat. Sebagian mendukung dengan alasan efisiensi hukum, namun tidak sedikit yang menilai langkah ini sebagai kemunduran dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.

Di tengah polemik ini, Sualeman menegaskan pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam mengawal kebijakan hukum agar tidak merugikan kepentingan publik.

“Kita harus tetap waspada. Jangan sampai kebijakan ini mengarah pada kepentingan segelintir pihak saja. Semua elemen masyarakat harus bersuara demi menjaga supremasi hukum,” ujarnya.

Sebagai langkah konkret, PMII Muna berencana mengadakan diskusi publik dan seminar guna membahas lebih lanjut dampak dari revisi KUHAP ini.

Mereka juga akan mendorong keterlibatan akademisi, praktisi hukum, serta masyarakat luas untuk menyuarakan aspirasi mereka terkait perubahan regulasi ini.

Dengan berbagai pro dan kontra yang berkembang, revisi KUHAP masih menjadi isu yang harus dikaji secara komprehensif. Masyarakat diharapkan lebih aktif dalam menyikapi perubahan ini agar tidak terjadi distorsi keadilan dalam praktik hukum di Indonesia.

Loading

Pos terkait