Rumbia, SultraNET. | Aktivitas pembangunan Pabrik Pemurnian Nikel (smelter) milik PT. Artha Mining Industri (AMI) di Liano, Kecamatan Mataoleo, Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara (sultra) mulai dirasakan dampaknya oleh nelayan setempat.
Pasalnya akibat pengerukan tanah untuk pembangunan pelabuhan khusus (Jetty) milik perusahaan di areal tangkap nelayan Bombana itu, kondisi air berubah menjadi keruh, disamping itu warga yang setiap harinya menggantungkan hidup dengan memancing ikan di areal tangkap yang berada tepat di lokasi pembangunan Jetty PT. AMI, kini harus gigit jari karena mendapat larangan dari Pihak PT. AMI.

Haludin (62), salah satu nelayan yang bermukim di Pulau Terapung, Desa Terapung, Kecamatan Poleang Tenggara, Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara, saat disambangi awak media SultraNET. (12/9/2019) menuturkan sejak PT. AMI beraktivitas di Desa Liano masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan di daerah tersebut mengalami penurunan penghasilan yang sangat drastis.
“Kami nelayan disini pak sejak adanya perusahaan itu semakin susah, bagaimana tidak susah, dulunya kita andalkan memancing diarea tangkap yang sekarang perusahaan sudah kuasai dan kita dilarang mendekat disana,” Keluhnya
Bukan itusaja lanjut Haluddin, Masyarakat Pulau Terapung yang selama ini mengandalkan hutan yang posisinya tepat berhadapan dengan pulau yang berpenghuni lebih dari 600 jiwa itu, untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar saat ini harus mengelus dada karena perusahaan lagi lagi tidak membolehkan warga untuk memasuki area mereka.
“Untuk kayu bakar saja pak sekarang kami harus cari lebih jauh lagi, karena di depan (sambil menunjuk area pembangunan Jetty PT. AMI) itu kami sudah dilarang masuk,” Geramnya
Untuk itu melalui media ini, ia sebagai warga pulau meminta agar Pemerintah dan DPRD Kabupaten Bombana segera melakukan upaya dan kebijakan agar aktivitas perusahaan tidak membawa dampak yang lebih besar lagi bagi masyarakat.
“Kami minta ini perusahaan di evaluasi, kalau perlu ditutup saja karena ini mengancam kehidupan kami sebagai nelayan dan anak cucu kami yang bermukim dipulau ini sejak turun temurun,” Harapnya
Karena penasaran awak media ini bersama beberapa aktivis pegiat lingkungan dan lokal mencoba menyeberang dari pulau menggunakan kapal nelayan menuju area pembangunan Smelter PT. Artha Mining Industry (AMI), yang banyak dikeluhkan warga itu.
Benar saja dari kejauhan sudah nampak aktivitas perusahaan dibibir pantai dengan meratakan gunung yang ada untuk menimbun di area pantai.
Ketika kami menyandarkan perahu di tepi pantai, dua orang petugas keamanan datang menghampiri kami dan menyuruh kami meninggalkan area tersebut.
“Kami minta tolong pak, disini area perusahaan kalau mau datang harus melapor dulu pak,” tutur sang Petugas
Acci salah satu aktivis mataoleo yang turut bersama rombongan sempat beradu argumen dengan petugas tersebut, sehingga petugas itu memanggil atasannya untuk menghalau kami keluar dari area itu. sempat terjadi ketegangan karena para petugas melarang kami mengambil gambar di area itu.
“Disini tidak boleh ambil foto pak, tolong hargai kami,” tutur petugas yang diketahui sebagai warga mataoleo itu.
Karena mendapat penolakan, kami tidak bisa masuk kearea perusahaan lebih kedalam sehingga kami memutuskan untuk melihat lihat di tepai pantai saja dan memeriksa kondisi pelabuhan khusus Jetty yang banyak dikeluhkan karena dibangun diarea tangkap nelayan dan diduga menjadi penyebab pantai menjadi keruh.
Hingga berita ini dirilis, Pihak PT. AMI yang kami mintai tanggapannya melalui sambungan telpon dan pesan Whattshap belum memberikan jawaban. (IS)