Kabaena, Bombana – PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS) kembali menjadi sorotan setelah laporan dari instansi terkait menyebutkan bahwa perusahaan tambang ini diduga kuat belum melakukan reklamasi pada area bekas tambangnya di Pulau Kabaena. Ketidakpatuhan terhadap kewajiban reklamasi ini menambah daftar panjang persoalan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas tambang PT TMS.
Selama tiga tahun terakhir, PT TMS dilaporkan telah menggunduli sekitar 295 hektar hutan lindung untuk aktivitas penambangan. Namun, hingga kini tidak ada upaya reklamasi atau rehabilitasi yang dilakukan untuk memulihkan kawasan yang telah rusak. Padahal, reklamasi merupakan kewajiban hukum yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan tambang untuk meminimalkan dampak kerusakan lingkungan.
Menurut catatan teknis, PT TMS sebenarnya memiliki rencana reklamasi pada lahan seluas 19,196 hektar. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada informasi konkret mengenai realisasi rencana tersebut. Hal ini memicu kekhawatiran besar, baik dari masyarakat maupun pemerhati lingkungan, terhadap potensi kerusakan ekosistem yang lebih parah di masa depan.
“Kerusakan lingkungan akibat penambangan ini sudah sangat terasa, mulai dari hilangnya mata air hingga perubahan fungsi hutan yang seharusnya menjadi penyangga ekosistem. Sayangnya, tidak ada langkah konkret dari PT TMS untuk memulihkan area yang sudah mereka eksploitasi,” ujar Agusalim, salah satu warga Pulau Kabaena, Kamis (7/12).
Reklamasi tambang adalah proses yang sangat penting untuk memperbaiki kondisi lingkungan di area bekas tambang. Tanpa langkah tersebut, lahan bekas tambang hanya akan menjadi wilayah kritis yang tidak produktif, bahkan mengancam keberlangsungan kehidupan masyarakat sekitar.
Kerusakan hutan yang disebabkan oleh aktivitas PT TMS juga membawa dampak signifikan pada keseimbangan lingkungan di Pulau Kabaena. Deforestasi skala besar tidak hanya menghilangkan fungsi hutan sebagai penyerap karbon, tetapi juga meningkatkan risiko bencana ekologis, seperti banjir dan longsor.
Masyarakat setempat mendesak agar pemerintah daerah dan kementerian terkait mengambil langkah tegas terhadap PT TMS. “Jangan sampai kerusakan ini dibiarkan terus-menerus tanpa ada tindakan. Jika reklamasi tidak segera dilakukan, kerugian yang ditanggung masyarakat dan lingkungan akan semakin besar,” tegas Agusalim.
Hingga saat ini, pihak PT TMS maupun otoritas terkait belum memberikan tanggapan resmi atas tudingan ini. Sementara itu, desakan untuk segera merealisasikan reklamasi terus menguat, terutama dari kalangan pemerhati lingkungan dan warga terdampak.
Ketidakpatuhan terhadap kewajiban reklamasi tidak hanya mencoreng nama perusahaan, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius tentang pengawasan pemerintah terhadap aktivitas tambang di Pulau Kabaena. Dalam situasi ini, masyarakat berharap ada tindakan nyata dari pihak berwenang untuk memastikan keberlanjutan lingkungan dan kehidupan di wilayah tersebut.
Reklamasi bukan hanya tanggung jawab hukum, tetapi juga moral, untuk memulihkan apa yang telah dirusak demi keseimbangan alam dan kesejahteraan generasi mendatang. Pulau Kabaena kini menunggu kepastian atas masa depan lingkungannya yang semakin terancam. (IS)