Bombana, SultraNET.com – Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Rarowatu (IPPMAR) menyelenggarakan seminar kebudayaan Moronene dengan tema “Revitalisasi Budaya dan Bahasa Moronene di Era Modernisasi” di rumah adat Rahampu’u Wonua, Kelurahan Taubonto, Kecamatan Rarowatu, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengembalikan nilai-nilai budaya Moronene yang mulai pudar di kalangan generasi muda, khususnya di Kabupaten Bombana.
Seminar yang diikuti oleh 85 peserta ini melibatkan 10 siswa dari berbagai sekolah di Kabupaten Bombana, mulai dari tingkat SMP hingga SMA, serta beberapa tamu undangan.
Acara ini berlangsung selama satu hari, pada Minggu, 25 Agustus 2024, dan menghadirkan narasumber yang berkompeten di bidangnya, yakni Anton Ferdinan, S.Pd., yang juga menjabat sebagai Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Bombana.
Ketua panitia, Kristian Abil Kornelis, dalam sambutannya mengajak seluruh pemuda, pelajar, dan mahasiswa Kabupaten Bombana untuk terus menjaga dan melestarikan identitas bangsa.
“Marilah kita semua, khususnya pemuda, pelajar, dan mahasiswa Kabupaten Bombana, menjaga dan melestarikan identitas kebangsaan ini,” ujar Kristian.
Aumni Pertukaran Mahasiswa Merdeka Batch 4 dari Universitas Sriwijaya, Kristian berharap kegiatan ini dapat menambah wawasan serta kepedulian para pemuda terhadap realitas yang dihadapi suku Moronene.
“Dengan adanya seminar ini, saya berharap wawasan serta pengetahuan kita dapat berkembang dan menjadi loncatan awal untuk kebangkitan kebudayaan kita. Hilangkan sifat apatisme dan mari peka terhadap realita yang dihadapi suku Moronene. ‘Kai saiya cita niamo penda’,” tambahnya.
Pada kesempatan tersebut, Anton Ferdinan menyoroti fenomena menurunnya penggunaan bahasa Moronene di tengah keluarga.
Menurutnya, bahasa Moronene seharusnya dikembalikan ke dalam lingkungan rumah tangga, namun justru tidak lagi mendapat ruang yang memadai di tengah keluarga.
“Ada fenomena di mana penggunaan bahasa Moronene seharusnya dikembalikan ke rumah, namun di dalam keluarga justru tidak mendapat ruang,” jelasnya.
Untuk meminimalisir fenomena tersebut, Anton menegaskan pentingnya peran keluarga dalam mengajarkan bahasa Moronene kepada anak-anak.
“Orang tua di rumah harus mengajarkan bahasa Moronene, karena belum tentu anak-anak kita akan mendapatkan bahasa tersebut dari luar,” ungkapnya.
Acara ini diharapkan menjadi titik awal bagi revitalisasi budaya dan bahasa Moronene di tengah modernisasi, serta membangkitkan semangat generasi muda untuk lebih peduli terhadap kelestarian budaya daerahnya.
Pewarta : Azuli