MUNA, Sultranet.com – Proses tender dan lelang proyek tahun anggaran 2024 yang dilakukan Unit Layanan Pengadaan (ULP) lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Muna, Sulawesi Tenggara, mendapat sorotan tajam. Seorang peserta tender, Ramaddan, menuding ULP Muna melakukan kecurangan dengan mengatur pemenang lelang sebelum proses selesai. Situasi ini memicu keributan di kantor ULP hingga berujung pada penyitaan dokumen oleh Ramaddan. Senin (25/11/2024)
Ramaddan mengungkapkan bahwa kehadirannya di kantor ULP atas undangan resmi untuk melakukan klarifikasi terkait pembuktian verifikasi perusahaan yang masuk dalam tender proyek di Desa Labulu-bulu. Namun, ia mendapati bahwa proses lelang diduga sudah diatur untuk memenangkan perusahaan tertentu yang terkait dengan panitia ULP sendiri.
“Saya datang untuk klarifikasi karena saya adalah peserta tender. Ternyata, ULP ini sudah mengatur agar salah satu perusahaan menjadi pemenang, bahkan perusahaan itu ada hubungannya dengan panitia. Kami ribut di sana karena ini tidak adil,” ujar Ramaddan, Senin (25/11/2024).
Ia menambahkan bahwa diduga ULP Muna telah melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Ramaddan bahkan menilai proses lelang hanya formalitas belaka karena semuanya sudah diatur sejak awal.
“Kalau seperti ini, tidak perlu ada lelang, langsung tunjuk saja pemenangnya. ULP Muna menggunakan server mereka sendiri, jadi semua bisa mereka kendalikan,” katanya.
Ramaddan juga menyebut adanya penggunaan dokumen perusahaan tanpa izin. Ia mengaku menemukan dokumen milik CV Rahmat Mandiri yang digunakan oleh oknum panitia lelang tanpa sepengetahuan pemiliknya, Rahman. Dokumen tersebut, menurutnya, dipakai oleh salah satu panitia untuk memenangkan lelang secara ilegal.
“Mereka sering mengambil dokumen perusahaan orang lain, lalu mereka lelang sendiri dengan server mereka. Ini jelas praktik mafia,” ungkapnya.
Ramaddan menyatakan telah melaporkan dugaan pelanggaran ini ke Kepolisian Daerah (Polda) Sultra, namun laporan tersebut belum ditindaklanjuti. Ia bahkan mengaku mendengar pernyataan dari oknum Kepala Dinas yang menyebut bahwa aparat penegak hukum, kecuali KPK, dapat “diatur.”
Menanggapi tudingan ini, Kepala Bagian (Kabag) ULP Muna, Taufik, membenarkan adanya keributan di kantornya. Namun, ia membantah bahwa keributan tersebut dipicu oleh peserta tender. Ia juga memastikan bahwa tender proyek dimaksud telah dibatalkan karena adanya tekanan dari pihak luar.
“Pokja memutuskan membatalkan tender karena situasi tidak kondusif. Dokumen yang seharusnya diverifikasi diambil paksa oleh pihak luar,” jelas Taufik.
Terkait dugaan penyalahgunaan dokumen perusahaan, Taufik membantah keras. “Tidak ada dokumen perusahaan yang disalahgunakan. Itu tidak benar,” elaknya.
Ramaddan meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra untuk segera mengusut tuntas dugaan praktik mafia tender di ULP Muna. Menurutnya, tindakan ini telah berlangsung lama dan merusak integritas pengadaan barang dan jasa di wilayah tersebut.
“Kalau tidak dibongkar, praktik ini akan terus terjadi. Ini sudah mendarah daging dan mencederai keadilan dalam proses pengadaan,” tutupnya.