Baubau, SultraNET.com – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Ekonomi Universitas Dayanu Ikhsanuddin (Unidayan) Baubau secara resmi melaporkan dugaan korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan pencucian uang yang dilakukan oleh jajaran Pemerintah Desa Lowulowu, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah. Selasa (10/9/2024)
Laporan ini telah disampaikan kepada Kapolres Buton Tengah dan diharapkan segera ditindaklanjuti oleh pihak berwajib untuk mengusut tuntas kasus ini.
Dalam laporannya, HMI yang diwakili oleh Ketua Komisariat Fekon Unidayan, Andris Nopriansya Tahir Asmar, menyampaikan bahwa subsidi untuk program “Gelar Pangan Murah” yang ditetapkan minimal sebesar 35% oleh Pemerintah Kabupaten Buton Tengah, hanya diberikan sebesar 13% oleh Pemerintah Desa Lowulowu.
Hal ini menciptakan kecurigaan bahwa anggaran desa telah disalahgunakan untuk kepentingan pribadi oknum pemerintah desa.
Andris mengungkapkan bahwa dalam program “Gelar Pangan Murah,” harga beras dan minyak goreng yang seharusnya disubsidi sesuai ketentuan tidak mencapai angka yang diharapkan.
Masyarakat desa diminta membayar Rp 108.000 per karung beras, yang seharusnya dijual dengan harga sekitar Rp 90.000 setelah subsidi 35%.
“Subsidi yang seharusnya minimal 35% justru hanya diberikan 13%. Ini jelas merugikan masyarakat dan melanggar ketentuan pemerintah kabupaten,” tegas Andris.
Tak hanya soal subsidi pangan, HMI juga menyoroti dugaan penyimpangan pada proyek pembangunan jalan tani di desa.
Mereka mencurigai adanya markup besar-besaran dalam pelaksanaan proyek tersebut, di mana volume pekerjaan tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang diubah secara sepihak oleh perangkat desa.
“Kami menduga ada markup besar-besaran dalam proyek pembangunan jalan tani, di mana volume pekerjaan tidak sesuai dengan RAB yang telah diubah sepihak oleh perangkat desa,” ungkapnya.
Selain itu, program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) yang dilakukan di desa tersebut juga dianggap gagal.
HMI menyatakan bahwa air yang disalurkan ke masyarakat adalah air asin dan tidak layak konsumsi.
“Pamsimas yang seharusnya menyediakan air layak konsumsi justru gagal total, air yang dialirkan asin dan fasilitas rusak,” bebernya
Laporan HMI juga menyebutkan bahwa Kepala Desa Lowulowu diduga melakukan penyalahgunaan dana Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Dana sebesar Rp 50 juta yang seharusnya dialokasikan untuk BUMDes dialihkan untuk proyek rabat beton di halaman kantor desa tanpa melalui persetujuan mekanisme resmi.
“Dana BUMDes sebesar Rp 50 juta dialihkan untuk proyek lain tanpa melalui mekanisme yang sah. Ini bentuk nyata penyalahgunaan anggaran,” ungkapnya.
Selain itu, ada laporan pemotongan gaji perangkat desa yang dilakukan oleh kepala desa dengan alasan yang tidak jelas dan tanpa pembahasan anggaran.
Hal ini semakin memperkuat dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Kepala Desa Lowulowu dan jajaran perangkat desanya.
Selain dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang, HMI juga melaporkan adanya dugaan tindak pidana pencucian uang.
Uang sebesar Rp 20 juta yang merupakan pengembalian dari mantan Kepala Desa Lowulowu atas perintah Kejaksaan Negeri Buton terkait dugaan korupsi program pelatihan komputer pada masa jabatan sebelumnya, tidak dikembalikan ke kas negara.
Uang tersebut malah disimpan dalam rekening desa dan diduga digunakan untuk kepentingan pribadi oleh kepala desa yang baru.
“Kami mencurigai uang itu digunakan untuk keperluan pribadi oleh Kepala Desa Lowulowu. Sampai saat ini, uang tersebut belum dikembalikan ke kas negara,” ungkap pelapor.
HMI Komisariat Fekon Unidayan menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga ada kepastian hukum bagi masyarakat Lowulowu yang dirugikan.
“Kami akan terus mengawal kasus ini sampai masyarakat mendapatkan keadilan yang mereka butuhkan,” tutup Andris Nopriansya dengan tegas.
Hingga berita di rilis, pihak Pemerintah Desa Lowulowu belum terkonfirmasi. (JY)