Aktivis Nusantara Turun Aksi di Kementrian ESDM Tuntut Cabut Izin Tambang PT SCM

Aksi Aktifis PERANTARA

KENDARI, Sultranet.com – Suasana panas terasa di depan kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta Pusat pada Senin siang, ketika puluhan aktivis dari Perhimpunan Aktivis Nusantara (PERANTARA) kembali turun ke jalan, Senin 2 Juni 2025.

Mereka menuntut pemerintah mengambil langkah tegas terhadap aktivitas pertambangan nikel oleh PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM), anak usaha PT Merdeka Battery Mineral Tbk, yang beroperasi di Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Bacaan Lainnya

Aksi unjuk rasa ini tak hanya diwarnai orasi lantang. Para demonstran juga membakar ban bekas sebagai simbol perlawanan, memicu ketegangan dengan petugas keamanan yang berjaga.

Seruan Evaluasi Total dan Cabut Izin
Dalam tuntutannya, PERANTARA meminta Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dan Menteri ESDM untuk segera melakukan evaluasi total terhadap izin tambang PT SCM. Mereka menuding perusahaan telah melanggar berbagai ketentuan hukum dan merugikan masyarakat sekitar tambang.

“PT SCM diduga kuat menjadi penyebab kerusakan ekologis yang menyebabkan banjir serta mengganggu aliran sungai di Konawe dan Konawe Utara. Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi soal hak hidup masyarakat,” ujar Eghy Seftian, penanggung jawab aksi.

Ia menekankan bahwa aktivitas tambang yang merusak lingkungan tersebut telah melanggar Pasal 96 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, yang mengatur kewajiban perusahaan tambang dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Dugaan Penyerobotan Lahan dan Smelter Fiktif Tak hanya persoalan lingkungan, PERANTARA juga menyoroti dugaan penyerobotan lahan milik masyarakat tanpa proses musyawarah atau ganti rugi yang layak.

“Ini bukan hanya persoalan hukum, tapi persoalan moral dan keadilan sosial. PT SCM mencederai prinsip-prinsip penghormatan terhadap hak masyarakat lokal sebagaimana diatur dalam Pasal 134 UU Minerba,” lanjut Eghy, yang juga merupakan mantan Ketua Umum HIMA SULTRA-Jakarta.

Sementara itu, Muhammad Rahim, Koordinator Aksi, menyoroti janji pembangunan smelter oleh PT SCM yang dinilai hanya sebagai alat manipulasi demi memperoleh kuota Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari pemerintah.

“Smelter itu kami duga hanya kedok. Dengan dalih pembangunan smelter, mereka mendapat kuota RKAB hingga 19 juta metrik ton—angka yang sangat besar dan patut dipertanyakan,” ungkap Rahim.

Ancaman Aksi Lebih Besar
Menutup aksi, PERANTARA menegaskan bahwa protes ini adalah awal dari gerakan yang lebih besar jika pemerintah tidak segera bertindak.

“Negara tidak boleh tunduk pada kekuatan modal. Jika tidak ada tindakan tegas, kami akan lanjutkan tekanan dengan aksi massa yang lebih masif di seluruh kementerian terkait,” tegas Eghy.

Mereka menyerukan penyelamatan Tanah Routa dan meminta agar investasi tambang tidak menjadi kedok untuk merampas hak rakyat dan merusak ruang hidup.

“Kami tidak anti investasi. Tapi jika investasi datang dengan cara merampas tanah adat dan mengancam keberlangsungan masyarakat, maka kami akan berdiri di barisan perlawanan,” tutupnya.

Loading

Pos terkait