Fokus Tambang, Janji Bangun Smelter Terbaik, Ampuh Sultra Kritik PT.SCM

KENDARI,sultranet.com – Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara kembali menyoroti sejumlah persoalan yang menyelimuti aktivitas PT. Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) di Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe.

Sorotan tajam kali ini mengarah pada kuota Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT. SCM yang mencapai angka fantastis, yakni 19 juta metrik ton.

Bacaan Lainnya

Menurut Direktur Ampuh Sultra, Hendro Nilopo, angka ini sangat janggal untuk sebuah perusahaan yang diklaim sebagai pengelola kawasan mega industri.

“Sejak kapan pengelola kawasan industri membutuhkan kuota RKAB sebesar itu?” ujar Hendro saat ditemui media ini pada Rabu (28/5/2025).

Padahal, lanjut Hendro, PT. SCM sebelumnya telah menyampaikan rencana ambisius kepada Pemerintah Daerah Konawe, termasuk pembangunan dua smelter serta Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kecamatan Routa.

Rencana tersebut disampaikan langsung dalam pertemuan resmi yang dipimpin oleh Sekda Konawe.

Dalam presentasinya, manajemen PT. SCM menjabarkan rencana pembangunan smelter untuk pengolahan limonit dan saprolit di Desa Lalomerui, serta proyek pembangunan PLTS dan smelter milik PT. Indonesia Konawe Industrial Park (IKIP) di kawasan Matabuangga.

Namun hingga kini, realisasi dari rencana tersebut tak kunjung terlihat.

“Di mana smelter itu? Mana PLTS yang dijanjikan? Semua belum terealisasi,” kata Hendro yang juga dikenal dengan sapaan Egis.

Ia menilai, janji-janji pembangunan tersebut akan sulit terealisasi selama PT. SCM hanya fokus pada kegiatan penambangan dan penjualan ore nikel mentah, tanpa ada progres nyata terhadap pengembangan infrastruktur industri yang dijanjikan.

Lebih lanjut, Hendro menyebut masyarakat Konawe dan Sulawesi Tenggara secara umum sangat menantikan pengembangan kawasan industri di Routa. Selain membuka lapangan kerja bagi puluhan ribu orang, kehadiran smelter juga akan memberikan nilai tambah bagi daerah.

“Kalau benar dibangun, ini bisa jadi peluang besar untuk menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar,” katanya.

Sayangnya, harapan tersebut justru berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan. PT. SCM disebut lebih fokus pada penjualan ore nikel mentah, bahkan hingga ke Morowali, Sulawesi Tengah.

Aktivitas pengiriman dilakukan melalui dua metode: hauling darat dan pipa besar.

“Ini menunjukkan bahwa orientasi perusahaan lebih ke eksploitasi tambang daripada pengembangan kawasan industri,” ujar Hendro.

Ia juga menyinggung dampak lingkungan yang ditimbulkan, seperti banjir yang sempat melanda Kelurahan Routa, yang diduga kuat sebagai akibat dari aktivitas tambang PT. SCM.

“Kalau seperti ini, masyarakat yang dirugikan. Smelter tidak ada, banjir pun datang,” keluhnya.

Atas dasar itu, Ampuh Sultra mendesak PT. SCM untuk menghentikan praktik yang mereka sebut sebagai “simbiosis parasitisme” di Kecamatan Routa.

“PT. SCM jangan hanya mengambil manfaat, sementara masyarakat menanggung dampaknya. Jangan hanya perusahaan yang merdeka, sementara masyarakat berduka,” tegas Hendro.

Sebagai penutup, pihaknya meminta agar pemerintah mengevaluasi ulang pemberian kuota RKAB yang dinilai tidak masuk akal bagi perusahaan yang disebut sebagai pengelola kawasan industri. Ia juga mendesak Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara untuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat guna memperjelas status PT. SCM.

“Pemerintah harus memastikan, apakah PT. SCM ini perusahaan tambang biasa atau benar-benar pengelola kawasan industri. Ini menyangkut nasib ribuan tenaga kerja yang berharap pada pembangunan smelter di Routa,” tutup Hendro.

Loading

Pos terkait