Perlu cara pandang yang benar melihat kekuasaan sehingga kita pandai berinteraksi dengan kekuasaan dan benar pula cara merebut kekuasaan. Hakikatnya kekuasaan adalah sebuah keniscayaan yang telah Allah SWT janjikan. Allah tidak akan pernah mengingkari janji-Nya dan itu pasti terjadi.
Di awal tahun 2019 ini. Tidak lama lagi memasuki momen politik yang spektakuler. Spektakulerdalam artian menarik perhatian atau menjadi sorotan mata para calon legislatif (caleg) atau capres (calon presiden) ketika kalah kemudian stress, bahkan pura-pura gila. Ada juga yang kena stroke. Inilah yang salah dalam memahami kekuasaan dan cara menjalaninya, sehingga akhir perjalanannya adalah sebuah penyesalan.
Perlu dipahami kekuasaan itu murni kehendak Allah. Allah SWT telah menggambarkannya tahap demi tahap yakni : Pertama, berbicara tentang peta dan keinginan merebut kekuatan yang sesungguhnya dan mendatangkan pertolongan Allah SWT. Yakinlah pada janji Allah dan bersandarlah pada kehendak-Nya.
Kekuasaan harus direbut, tetapi kita harus tahu dulu apa yang disebut dengan menang dan mencapai kemenangan itu. Bahwa kemenangan dalam konteks kekuasaan, hanya ada satu kata kuncinya, yaitu jika Allah SWT menolong kita. Sehingga faktor-faktor mendatangkan kemenangan itulah yang harusnya kita jalani.
Kedua, kita tidak boleh terpengaruh dengan mindset berfikir atau pola-pola yang menyentuh ke ranah syirik demokrasi. Contoh sederhananya. Misalkan yang menang adalah mereka yang populeritasnya tinggi, didukung oleh partai-partai besar, memiliki logistik yang kuat, dan sebagainya. Teori ini sudah dijewantahkan pada saat pilkada Jakarta.
Populeritas, partai besar, dan uang betul-betul kalah Karena umat ditolong oleh Allah SWT. Apakah umat akan bersyukur dengan benar ? lalu mampu mengemban tugas dengan amanah? Wallahu alam bis shawab. Itulah menjadi PR bersama.
Yang berkembang saat ini, kemana kekuasaan Islam di Indonesia akan kita bawa? Kita sudah banyak membaca dari berbagai macam referensi pengalaman nabi sejak dahulu sampai hari ini. Dimanakah posisi umat Islam ? Belajarlah dari sejarah.
Yang membuat peradaban itu maju bukan politik pada awalnya. Juga bukan ekonomi. Seandainya, politik menjadi lakomotif bangkitnya sebuah peradaban, hemat saya, Rasulullah SAW tidak perlu hijrah ke Madinah, karena sejak di Makkah sudah ditawari kekuasaan oleh kaum Quraish.
Begitu juga jika Rasulullah SAW ingin kaya, itu juga sudah ditawarkan oleh Quraish, walaupun tawaran ini adalah tawaran politik. Akan tetapi, Rasulullah dengan wahyu yang dibawanya memilih membawa peradaban umat dengan dakwah.
Kembali kondisi Indonesia saat ini. Ada rahmat yang turun kepada kita. Tahun politik 2019 ada didepan mata. Berbeda pilihan adalah hal yang wajar yang terpenting dakwah harus menjadi yang terdepan dan jangan sampai berbeda pilihan memutuskan silaturahmi sesama umat Islam.
Siapapun dan dimanapun posisi politiknya, yang harus diutamakan adalah kepentingan dakwah. Jangan terpecah belah karena berbeda pilihan politik. Jadikanlah dakwah sebagai awal dan akhirnya tegaknya peradaban Islam. Dalam sebuah bukunya “Islam in Modern History” mengatakan bahwa: “Islam adalah Kekuatan Sosio Cultural satu-satunya yang paling konsisten dan kenyal di daerah-daerah yang didiami oleh penduduk muslim yang sangat banyak”. (Wilfred cantwell Smith.
*Penulis merupakan Alumni FH-UHO, sekaligus penggiat hukum progresif *
Sumber: https://www.harapansultra.com/islam-dan-kekuasaan/