Skandal 8 Kontainer Limbah Kabel Diduga Diselundupkan dari Kawasan Berikat PT VDNI

Kendari, Sultranet.com – Dugaan penyelundupan limbah kabel produksi dalam jumlah besar dari kawasan berikat PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) kembali mencuat. Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengungkap bahwa sedikitnya delapan kontainer limbah kabel diduga kuat telah dikeluarkan tanpa dokumen resmi dari kawasan Tempat Penimbunan Berikat (TPB) milik perusahaan tersebut.

Direktur Ampuh Sultra, Hendro Nilopo yang akrab disapa Egis menyebut praktik pengeluaran barang ini dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif. Ia menyoroti bahwa barang-barang yang keluar tidak dilengkapi dengan dokumen penting seperti Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) TPB atau SPPB BC 2.3, yang wajib berdasarkan ketentuan kepabeanan.

Bacaan Lainnya

“Kegiatan ini dilakukan dengan sangat masif, dan data yang kami peroleh menyebutkan bahwa jumlahnya mencapai delapan kontainer. Ini bukan sekadar kelalaian, ini indikasi pelanggaran serius,” ungkapnya dalam rilis yang diterima media ini, Sabtu (3/5).

Lebih lanjut, Egis mengkritik sikap Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) yang dianggap abai dalam menjalankan fungsi pengawasan di kawasan berikat. Padahal, menurutnya, instansi tersebut seharusnya memiliki kontrol penuh terhadap aktivitas keluar-masuk barang dari dan ke dalam kawasan TPB.

“Jika pengawasan lemah, ini membuka ruang bagi praktik penyelundupan, perdagangan ilegal, bahkan korupsi. Negara bisa mengalami kerugian besar,” tegas mahasiswa S2 Ilmu Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta ini.

Ampuh Sultra juga mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra untuk segera turun tangan mengusut tuntas dugaan pelanggaran ini. Hendro meminta agar pimpinan Bea Cukai, termasuk Kepala Bea Cukai Kendari dan Kepala KPPBC, diperiksa atas dugaan kelalaian atau kemungkinan keterlibatan.

“Harus ada kejelasan. Apakah ini murni karena lemahnya pengawasan, atau justru ada kepentingan lain di balik pembiaran ini?” ujarnya.

Ia menambahkan, praktik pengeluaran barang tanpa dokumen resmi jelas melanggar ketentuan Peraturan Dirjen Bea Cukai Nomor PER-7/BC/2021 yang telah diubah dengan PER-30/BC/2024, serta Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan PMK 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat.

“Jika hal ini dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi sistem pengelolaan kawasan berikat di Sultra dan mencoreng integritas aparat penegak hukum,” tutupnya.

Loading

Pos terkait